Rabu, 11 April 2012

pengaruh islam pada kebudayaan indonesia


Pengaruh Islam di Indonesia dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya

            Pengaruh Islam mula-mula terjadi di daerah pesisir atau pelabuhan yang di bawah oleh kaum pedagang muslim dari Parsi, Gujarat, dan Arab. Kedatangan Islam di Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik, ekonomi dan sosial budaya yang berlainan. Kedatangan Islam di Indonesia dapat mempengaruhi situasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang ada pada kerajaan-kerajaan di Indonesia. Pada waktu Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke-7 dan 8, selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Kedatangan orang-orang Islam di Asia Tenggara dan Asia Timur pada awalnya mungkin tidak terasa,  akibat bagi kerajaan-kerajaan di negeri tersebut. Karena usaha-usaha mereka baru pada taraf menjelajahi masalah-masalah di bidang pelayaran. Tetapi pada abad ke-9 dengan terjadinya pemberontakan petani-petani Cina selatan terhadap kekuasaan T’ang masa pemerintahan kaisar Hi Tsung (878-889) dimana orang-orang muslim turut serta dan akibatnya banyak orang-orang muslim dibunuh dan mereka mencari perlindungan ke Kedah. Maka bagi orang-orang muslim berarti telah melakukan kegiatan-kegiatan politik pula. Kegiatan mereka jelas mempunyai akibat bagi kekuasaan T’ang dan kerajaan Sriwijaya, Sriwijaya yang kekuasaannya pada ketika itu meliputi daerah Kedah, melindungi orang-orang muslim tersebut.
            Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7-12 masih menunjukkan kemajuannya di bibang ekonomi. Tetapi sejak akhir abad ke-12 mulai menunjukkan kemundurannya. Kemunduran Sriwijaya dalam bidang ekonomi yaitu bahwa persediaan barang-barang perdagangan di Sriwijaya mahal-mahal, karena negeri itu tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Kemunduran di bidang ekonomi dan politik kerajaan sriwijaya dipercepat pula oleh usaha-usaha kerajaan Singosari di Jawa yang mengadakan ekspansi Pamalayu pada tahun 1275.
            Sejalan dengan kelemahan yang dialami oleh kerajaan kerajaan Sriwijaya, maka pedagang-pedagang muslim lebih berkesempatan untuk mendapatkan keuntungan dagang dan keuntungan politik. Mereka menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang becorak Islam yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh, kerajaan tersebut muncul pada abad ke-13. Kerajaan Samudra Pasai makin berkembang baik di bidang politik maupun perdagangan dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka sangat ramai sehingga di tempat itu timbul masyarakat muslim. Perkembangan masyarakat muslim di di Malaka semakin meluas, dan pada abad ke-15muncul suatu pusat kerajaan Islam. Perkembangan-perkembangan kerajaan islam itu jelas berhubungan dengan keruntuhan Sriwijaya, yang dipercepat oleh pengaruh kekuasaan kerajaan Majapahit sejak pertengahan abad ke-14.
            Selain di wilayah Sumatra, kedatangan Islam pertama ke Jawa tidak pula diketahui dengan pasti. Batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), mungkin merupakan bukti yang kongkrit bagi kedatangan Islam di Jawa. Tetapi hal itu belum berarti adanya islamisasi di Jawa Timur.
Pada abad ke-13 hingga abad-abad berikutnya, terutama ketika majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti proses Islamisasi dapat kita ketahui lebih banyak. Hal itu di dasarkan atas penemuan beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik. Pertumbuhan Masyarakat muslim di Majapahit, terutama di beberapa kota pelabuhannya erat pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang di lakukan oleh orang-orang muslim yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai dan Malaka. Proses Islamisasi di Jawa hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti munculnya Demak, di percepat oleh karena kelemahan-kelemahan yang di alami pusat kerjaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perebutan kekuasa di kalangan keluarga raja-raja. Ketika Hayam wuruk dengan patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi politik pusast kerajaan Majapahit masih tenang, tetapi sejak kedua tokoh tersebut meninggal dunia situasi politik majapahit kembali menunjukan kegonjangan, kelemahan-kelemahan yang makin lama makin memunjak mengakibatkan keruntuhannya. Setelah itu sengguruh yang terpaksa tunduk kepada kekuasaan muslim.   
Sejak Demak berdiri sebagai kerajaan dengan Pate Rodi atau Raden Patah sebagai rajanya, kemudiaan kerajaan Demak menempatkan  pengaruhnya dari pesisir utara Jawa Barat, hal ini tidak dapat dipisahka dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis. Politis ialah untuk memutuskan hubungan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di Malaka. Dari sudut ekonomi pelabuhan-pelabuhan Sunda seperti Cirebon, Kalapa, dan Banten mempunyai potensi besar dalam mengekspor hasil buminya, terutama lada yang di ambil dari daerah Lampung. Usaha raja Demak tidak sia-sia, hal ini terbukti sejak tahun 1526/1527 pelabuhan-pelabuhan Pajajaran sudah ada di tangan kaum muslim namun pedalaman masih bertahan dengan sepintas kembali di atas. Tetapi akhirnya pusat kerajaan Pajajaran jatuh lalu pada sekitar tahun 1579/1580 karena serangan dari kerajaan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.
Adapun situasi politik ketika pengaruh Islam datang di kepulauan Maluku, tetapi tidak seperti di Jawa. Di sana orang-orang muslim tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan karena perebutan kekuasaan. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan dan perkawinan. Dalam proses Islamisasi itu Maluku menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan  di antara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Persaingan di antara pedagang-pedagang asing itu juga menyebabkan persaingan antara kerajaan-kerajaan Islam sendiri.
  Pada umumnya dapat ditarik kesimpulan, bahwa kedatangan Islam dan cara penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan da’wah oleh muballigh-muballigh atau orang-orang alim. Kemudiaan apabila situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan, dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja, maka agama Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan dan raja-raja yang menghendaki kekuasaan.
Perlu kita ketahui pada masa kedatangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia terdapat  daerah-daerah yang bercorak Indonesia-Hindu. Contonya cara-cara penguburan pada masyarakat kerajaan di Gowa pada umumnya berdasarkan tradisi masa prasejarah yaitu penguburan arah timur-barat dengan bekal kubur, seperti mangkok, cepuk, tempayan buatan setempat dan barang-barang impor dari Cina, Annam, dan lain-lain. Demikian pula ada kebiasaan untuk memberi penutup mata dari emas atau kedok bagi jenazah bangsawan atau orang terkemuka. Bukti cara penguburan tersebut di peroleh  dari penggalian-penggalian kepurbakalaan di daerah Takalar dan Pangkajene kepulauan. Dari usia keramik maka usia kerangka manusia berasal dari abad ke-14, 15, 16, bahkan abad ke-17.
Selain itu peninggalan-peninggalan purbakala seperti bangunan-bangunan candi, patung-patung, ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu/Budha. Bahkan fungsi candi pada saat itu adalah sebagai tempat penguburan abu jenazah raja-raja. Raja-raja yang meninggal dibuatkan patung dan perwujudannya melambangkan dewa-dewa yang mereka puja selama hidupnya. Candi Borobudur yang bertingkat sepuluh mungkin merupakan tempat pemujaan dan perlambangan raja-raja dinasti Sailendra.
Adapun bahasa-bahasa di kepulauan Indonesia pada waktu sebelum dan masa kedatangan serta penyebaran Islam bermacam-macam. Di samping itu raja-raja, putera-putera, dan orang-orang terdekat raja mempunyai cara bicara sendiri yang tidak dapat di mengerti oleh orang lain. Apalagi bahasa Sansekerta yang biasanya hanya di pakai oleh golongan kecil kaum Brahmana dan beberapa prasasti  oleh raja-raja, mungkin sejak kerajaan-kerajaan Indonesia-Hindu yang terakhir seperti Majapahit, Sunda Pajajaran, Sriwijaya, Melayu, sudah tidak di pergunakan lagi. Setelah itu dengan adanya penggunaan bahasa Melayu yang di sebabkan oleh hubungan lalu-lintas pelayaran dan perdagangan yang menggunakan bahasa ini sebagai komunikasi antar suku bangsa yang semula-mula menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Dengan perdagangan itulah maka bahasa Melayu yang kemudian disebut bahasa Indonesia meluas menjadi bahasa yang umum di pakai sebagai Linguafranca. Kedatangan orang-orang Muslim mengembangkan dan memperbanyak perbendaharaan  bahasa Melayu dengan kata-kata yang di ambil dari bahasa Arab.        
Oleh karena itu agama Islam di pandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena dalam Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Proses Islamisasi di Indonesia terjadi dan di permudah karena adanya dua pihak, yakni orang-orang muslim yang datang dan mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Permulaan Islamisasi di lakukan dengan adanya  saling pengertian akan kebutuhan dan kondisi rakyat pada saat itu.   

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar