Pengaruh Islam di Indonesia dalam Bidang
Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya
Pengaruh Islam mula-mula terjadi di
daerah pesisir atau pelabuhan yang di bawah oleh kaum pedagang muslim dari
Parsi, Gujarat , dan Arab. Kedatangan Islam di
Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah
yang didatanginya mempunyai situasi politik, ekonomi dan sosial budaya yang
berlainan. Kedatangan Islam di Indonesia dapat mempengaruhi situasi politik,
ekonomi, dan sosial budaya yang ada pada kerajaan-kerajaan di Indonesia . Pada waktu Sriwijaya
mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke-7 dan 8, selat Malaka sudah mulai
dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri Asia
Tenggara dan Asia Timur. Kedatangan orang-orang Islam di Asia Tenggara dan Asia
Timur pada awalnya mungkin tidak terasa,
akibat bagi kerajaan-kerajaan di negeri tersebut. Karena usaha-usaha
mereka baru pada taraf menjelajahi masalah-masalah di bidang pelayaran. Tetapi
pada abad ke-9 dengan terjadinya pemberontakan petani-petani Cina selatan
terhadap kekuasaan T’ang masa pemerintahan kaisar Hi Tsung (878-889) dimana
orang-orang muslim turut serta dan akibatnya banyak orang-orang muslim dibunuh
dan mereka mencari perlindungan ke Kedah. Maka bagi orang-orang muslim berarti
telah melakukan kegiatan-kegiatan politik pula. Kegiatan mereka jelas mempunyai
akibat bagi kekuasaan T’ang dan kerajaan Sriwijaya, Sriwijaya yang kekuasaannya
pada ketika itu meliputi daerah Kedah, melindungi orang-orang muslim tersebut.
Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7-12
masih menunjukkan kemajuannya di bibang ekonomi. Tetapi sejak akhir abad ke-12
mulai menunjukkan kemundurannya. Kemunduran Sriwijaya dalam bidang ekonomi
yaitu bahwa persediaan barang-barang perdagangan di Sriwijaya mahal-mahal,
karena negeri itu tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Kemunduran di
bidang ekonomi dan politik kerajaan sriwijaya dipercepat pula oleh usaha-usaha kerajaan
Singosari di Jawa yang mengadakan ekspansi Pamalayu pada tahun 1275.
Sejalan dengan kelemahan yang
dialami oleh kerajaan kerajaan Sriwijaya, maka pedagang-pedagang muslim lebih
berkesempatan untuk mendapatkan keuntungan dagang dan keuntungan politik.
Mereka menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan dirinya
sebagai kerajaan yang becorak Islam yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir
timur laut Aceh, kerajaan tersebut muncul pada abad ke-13. Kerajaan Samudra
Pasai makin berkembang baik di bidang politik maupun perdagangan dan pelayaran.
Hubungan dengan Malaka sangat ramai sehingga di tempat itu timbul masyarakat
muslim. Perkembangan masyarakat muslim di di Malaka semakin meluas, dan pada abad
ke-15muncul suatu pusat kerajaan Islam. Perkembangan-perkembangan kerajaan
islam itu jelas berhubungan dengan keruntuhan Sriwijaya, yang dipercepat oleh
pengaruh kekuasaan kerajaan Majapahit sejak pertengahan abad ke-14.
Selain di wilayah Sumatra ,
kedatangan Islam pertama ke Jawa tidak pula diketahui dengan pasti. Batu nisan
kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082
M), mungkin merupakan bukti yang kongkrit bagi kedatangan Islam di Jawa. Tetapi
hal itu belum berarti adanya islamisasi di Jawa Timur.
Pada
abad ke-13 hingga abad-abad berikutnya, terutama ketika majapahit mencapai
puncak kebesarannya, bukti-bukti proses Islamisasi dapat kita ketahui lebih
banyak. Hal itu di dasarkan atas penemuan beberapa puluh nisan kubur di
Troloyo, Trowulan dan Gresik. Pertumbuhan Masyarakat muslim di Majapahit, terutama
di beberapa kota
pelabuhannya erat pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang di lakukan oleh orang-orang muslim yang telah mempunyai
kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai dan Malaka. Proses Islamisasi di
Jawa hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti munculnya Demak, di
percepat oleh karena kelemahan-kelemahan yang di alami pusat kerjaan Majapahit
sendiri, akibat pemberontakan serta perebutan kekuasa di kalangan keluarga
raja-raja. Ketika Hayam wuruk dengan patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi
politik pusast kerajaan Majapahit masih tenang, tetapi sejak kedua tokoh tersebut
meninggal dunia situasi politik majapahit kembali menunjukan kegonjangan,
kelemahan-kelemahan yang makin lama makin memunjak mengakibatkan keruntuhannya.
Setelah itu sengguruh yang terpaksa tunduk kepada kekuasaan muslim.
Sejak
Demak berdiri sebagai kerajaan dengan Pate Rodi atau Raden Patah sebagai rajanya,
kemudiaan kerajaan Demak menempatkan
pengaruhnya dari pesisir utara Jawa Barat, hal ini tidak dapat dipisahka
dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis. Politis ialah untuk
memutuskan hubungan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman,
dengan Portugis di Malaka. Dari sudut ekonomi pelabuhan-pelabuhan Sunda seperti
Cirebon ,
Kalapa, dan Banten mempunyai potensi besar dalam mengekspor hasil buminya, terutama
lada yang di ambil dari daerah Lampung. Usaha raja Demak tidak sia-sia, hal ini
terbukti sejak tahun 1526/1527 pelabuhan-pelabuhan Pajajaran sudah ada di
tangan kaum muslim namun pedalaman masih bertahan dengan sepintas kembali di
atas. Tetapi akhirnya pusat kerajaan Pajajaran jatuh lalu pada sekitar tahun
1579/1580 karena serangan dari kerajaan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.
Adapun
situasi politik ketika pengaruh Islam datang di kepulauan Maluku, tetapi tidak
seperti di Jawa. Di sana
orang-orang muslim tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami
perpecahan karena perebutan kekuasaan. Mereka datang dan menyebarkan agama
Islam melalui perdagangan dan perkawinan. Dalam proses Islamisasi itu Maluku
menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan di antara orang-orang Portugis, Spanyol,
Belanda, dan Inggris. Persaingan di antara pedagang-pedagang asing itu juga
menyebabkan persaingan antara kerajaan-kerajaan Islam sendiri.
Pada
umumnya dapat ditarik kesimpulan, bahwa kedatangan Islam dan cara penyebarannya
kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, ialah dengan cara damai, melalui
perdagangan dan da’wah oleh muballigh-muballigh atau orang-orang alim.
Kemudiaan apabila situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan,
dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja,
maka agama Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan dan raja-raja
yang menghendaki kekuasaan.
Perlu
kita ketahui pada masa kedatangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia
terdapat daerah-daerah yang bercorak
Indonesia-Hindu. Contonya cara-cara penguburan pada masyarakat kerajaan di Gowa
pada umumnya berdasarkan tradisi masa prasejarah yaitu penguburan arah
timur-barat dengan bekal kubur, seperti mangkok, cepuk, tempayan buatan
setempat dan barang-barang impor dari Cina, Annam, dan lain-lain. Demikian pula
ada kebiasaan untuk memberi penutup mata dari emas atau kedok bagi jenazah
bangsawan atau orang terkemuka. Bukti cara penguburan tersebut di peroleh dari penggalian-penggalian kepurbakalaan di
daerah Takalar dan Pangkajene kepulauan. Dari usia keramik maka usia kerangka
manusia berasal dari abad ke-14, 15, 16, bahkan abad ke-17.
Selain
itu peninggalan-peninggalan purbakala seperti bangunan-bangunan candi,
patung-patung, ukiran-ukiran pada umumnya menunjukkan sifat kebudayaan Indonesia
yang dilapisi oleh unsur-unsur Hindu/Budha. Bahkan fungsi candi pada saat itu
adalah sebagai tempat penguburan abu jenazah raja-raja. Raja-raja yang
meninggal dibuatkan patung dan perwujudannya melambangkan dewa-dewa yang mereka
puja selama hidupnya. Candi Borobudur yang bertingkat sepuluh mungkin merupakan
tempat pemujaan dan perlambangan raja-raja dinasti Sailendra.
Adapun
bahasa-bahasa di kepulauan Indonesia
pada waktu sebelum dan masa kedatangan serta penyebaran Islam bermacam-macam. Di
samping itu raja-raja, putera-putera, dan orang-orang terdekat raja mempunyai
cara bicara sendiri yang tidak dapat di mengerti oleh orang lain. Apalagi
bahasa Sansekerta yang biasanya hanya di pakai oleh golongan kecil kaum Brahmana
dan beberapa prasasti oleh raja-raja, mungkin
sejak kerajaan-kerajaan Indonesia-Hindu yang terakhir seperti Majapahit, Sunda
Pajajaran, Sriwijaya, Melayu, sudah tidak di pergunakan lagi. Setelah itu
dengan adanya penggunaan bahasa Melayu yang di sebabkan oleh hubungan
lalu-lintas pelayaran dan perdagangan yang menggunakan bahasa ini sebagai
komunikasi antar suku bangsa yang semula-mula menggunakan bahasa daerahnya
masing-masing. Dengan perdagangan itulah maka bahasa Melayu yang kemudian
disebut bahasa Indonesia meluas menjadi bahasa yang umum di pakai sebagai
Linguafranca. Kedatangan orang-orang Muslim mengembangkan dan memperbanyak
perbendaharaan bahasa Melayu dengan
kata-kata yang di ambil dari bahasa Arab.
Oleh
karena itu agama Islam di pandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut
agama Hindu, karena dalam Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal
perbedaan golongan dalam masyarakat. Proses Islamisasi di Indonesia terjadi dan
di permudah karena adanya dua pihak, yakni orang-orang muslim yang datang dan
mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya.
Permulaan Islamisasi di lakukan dengan adanya
saling pengertian akan kebutuhan dan kondisi rakyat pada saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar